Perlukah anak dibekali gadget?

”Ajarilah anakmu ilmu sesuai dengan zamannya”
Menanggapi kalimat
Dengan kemajuan teknologi yang semakin hari semakin canggih, Bukan merupakan pemandangan yang aneh jika dilingkungan kita saat ini sering kita jumpai anak – anak kecil menggunakan gadget. Bahkan dengan tangan mungilnya, mereka sangat familiar dengan brerbagai tombol dan cara mengoperasionalkannya. Seakan mereka teramat sangat menikmati berbagai macam fitur yang ada di ponsel pintarnya. Hal ini menandakan bahwa si anak sudah teramat akrab dengan benda itu. Dan tentunya hal ini akan membawa nilai plus dan minus, terlebih jika yang berstatus pengguna adalah makhluk kecil bernama anak – anak.
Ponsel pintar atau lebih dikenal dengan istilah gadget semula diciptakan semata – mata hanya untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun benda canggih itu akan menjelma menjadi sebilah pisau tajam apabila ada di tangan anak – anak. Benda itu akan bisa sangat bermanfaat tapi juga bisa membunuh kreativitas dan mengahmbat perkembangan anak, terutama pada perkembangan sosialnya.
Lantas, sikap bagaimanakah yang harus diambil oleh orang tua, apakah orang harus menjauhkan anaknya dari piranti – piranti berteknologi agar kelak tidak merasa gagal dalam mengawal perkembangan anak? Hal ini juga bukanlah solusi yang tepat. Lalu bagaimana??? Mengawasi, mengontrol dan mengarahkan, itulah yang harus dilakukan oleh orang tua.
Pengaruh gadget pada kehidupan sosial anak
        Ada kaitan erat antara keterampilan bergaul dengan masa bahagia dimasa kanak – kanak. Kemampuan anak menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta pengalaman positif lain selama melakukan aktivitas sosial, merupakan investasi berharga untuk membentuk anak kelak menjadi makhluk soisial yang pada zaman sekarang sulit untuk kita jumpai. Karena perkembangan sosial merupakan sebuah proses interaksi oleh seseorang dengan orang lain, berupa jalinan interaksi anak dengan orang lain, entah itu orang tua, saudara, teman bermain atau bahkan masyarakat luas.
          Menurut teori sosio-kultural, mengatakan bahwa perkembangan dipengaruhi oleh lingkungan sosial sekitar. Selain itu, perkembangan terjadi karena kualitas interaksi secara timbal balik (reciprocal interaction) antara potensi yang ada dalam diri individu dengan lingkungannya. Perkembangan sosial pada masa anak – anak ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial. Anak – anak mulai belajar melepaskan diri dari keluarga, ia makin mendekatkan diri pada orang lain di samping anggota keluarga.
          Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menjadikan anak menjumpai banyak pelajaran dan pengalaman berharga yang hanya bisa didapatkan dari lingkungan keluarganya. Ia bergaul dengan teman – teman, ia mempunyai guru – guru yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses perubahan dirinya, mempunyai tokoh menurutnya cocok dengan figur yang mengharapkan yang bisa diteladaninya. Serta si anak akan belajar norma dan peraturan yang ada dilingkungan sosialnya yang nantinya bisa menghindarkan si anak memelihara  sifat egois dan menumbuhkan sifat sosial yang semakin tinggi.
Lubang hitam ponsel canggih
        Pada awal manusia dilahirkan, ia belumlah bersifat sosial. Dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh melalui pengalaman bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Jika anak tidak dilatih bersosialisasi sejak dini, dikhawatirkan mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Seiring bertambahnya usia anak, tentu kebutuhannya semakin kompleks dan dengan demikian tingkat kebutuhan sosialnya juga semakin berkembang amat komleks.
          Masa kanak – kanak adalah masa perkembangan yang harus selalu diawasi dan dipantau. Karena mereka akan lebih peka terrhadap apa yang ada didepennya. Hal itu yang akan lebih mempengaruhinya. Bermain dengan temannya dalam satu kelas atau pun ditempat bermain lainnya akan lebih melatih dirinya dalam hubungan interaksi, emosi dan perkembangan sosialnya dengan orang lain. Berbeda denga orang dewasa yang menjadikan ponsel pintar menjadi suatu kebutuhan penting. Mereka lebih berkomitmen  pada koefisiennya terhadap masalah waktu “lebih cepat lebih baik” sedangkan pada masa kanak – kanak masih tidak bisa berpikir matang sejauh itu.
          Tanpa adanya kontrol dan bimbingan langsung dari orang tua, gadget bisa merusak imajinasi, menurunkan kreativitas serta menurunkan konsentrasi anak. Dan yang lebih berbahaya, penggunaan gadget yang berlebihan akan menjadikan anak cenderung egois dan individual. Hal ini terjadi karena kurangnya anak belajar besosialisasi dan belajar norma serta peraturan yang belaku dilingkungan sosial.  Dan jika anak minim berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, tentunya anak cenderung  enggan aktif mencari solusi atas masalah yang dialami sehingga anak kurang mandiri dan menjadi anak manja.
          Kebanyakan anak – anak yang sudah terbiasa ditemani oleh ponsel pintarnya sangat mals untuk belajar, minat menulis dan membaca juga menurun drastic. Padahal membaca dan menulis bagi anak – anak dapat membentuk kreativitas otak yang jauh lebih besar, sehingga jika ini dibiarkan tanpa adanya intervensi tepat dari orang tua akan memangkas kreativitas anak. Selain dampak negative yang mengganggu perkembangan anak, masih banyak dampak lain diantaranya radiasi, yang sedikit banyak berpotensi terhadap gangguan kesehatan, pemicu tindak kejahatan dan juga riskan moral anak jika tanpa adanya pantauan aktif dari orang tua.
Saiasati keamanan anak saat membawa ponsel
          Dalam setiap keputusan yang diambil orang tua, tentunya tidak pernah lepas dari pertimbangan yang sudah dipikir dengan matang. Contoh kecilnya orang tua memutuskan untuk membawakan anaknya gadget ke sekolah dengan alasan sekolah anak cukup jauh dengan tempat tinggal mereka, sementara jam pulang sekolah terkadang lebih awal dari biasanya. Tapi juga tidak jarang orang tua menunggu sangat lama entah  Karena anak tadi mengikuti kegiatan eksrakurikuler atau memang ada jam tambahan, sehingga orang tua sebagai penjemput merasa  sangat kesulitan dalam masalah ini sampai akhirnya keputusan terbijak ia berikan dengan membawakan anaknya ponsel ke sekolah. Dengan menerapkan cara pengawasan seperti di bawah ini:
          Pertama, membelikan hanpond yang hanya bisa digunakan untuk memanggil, mengirim dan menerima sms saja, tanpa dilengkapi dengan fitur – fitur canggih seperti yang beredar sekarang ini, alias membelikan posel “jadoel”.
          kedua, membatasi penggunaan ponsel. Ada waktu – waktu tertentu seorang anak tidak diperbolehkan menggunakan ponsel. Seperti waktu belajar dan sewaktu tidak diperlukan.
          Ketiga, selalu jalin komuikasi yang hangat dengan anak. Setiap orang tua mengambil keputusan dan membuat peraturan, usahakan libatkan anak didalamnya, minimal jelaskan kenapa ini kenapa itu tanpa berlebihan.
          Dan yang paling penting, orang tua itu harus konsekuen. Jika anak melanggar aturan yang telah ditetapkan dan sudah disepakati bersama, berikan punishment (hukuman) yang mendidik. Seperti mengambil kembali ponsel tersebut dll.
          Semua uraian diatas, tidak hanya terpaku pada konteks orang tua dan anak serta  lingkungannya, namun juga berlaku pada konteks santri dan pengurusnya atau santri dan kiainya. Dalam artian pengurus atau kiai juga harus tegas dan jeli dalam mengambil keputusan. Dan bagi santri tidak boleh tidak harus mematuhi serta mentaati segala peraturan dan ketetapan yang telah disepakati bersama. Apabila melanggar konsekuensi berupa hukuman yang bersifat mendidik harus diberikan pada santri tersebut.

Unknown

No comments:

Post a Comment

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com