Perikatan Modern Kartu Kredit Dan Multilevel Marketing Dalam Perspektif  Syariah (IIQ AL-QOLAM)

Perikatan Modern Kartu Kredit Dan Multilevel Marketing Dalam Perspektif  Syariah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang
Pembimbing:
Fatkhul Wahab,  S,Ag,S.Pd,MA



Disusun
Oleh:
Muhammad Kholil
Muhammad Ahya

HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QOLAM
GONDANGLEGI MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.              Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Jurnal ini.




November, Malang 2017

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR2
DAFTAR ISI3
ABSTRAK4
BAB I5
PENDAHULUAN5
A.Latar Belakang5
B.Rumusan Masalah5
C.Tujuan5
BAB II6
PEMBAHASAN6
A.Perikatan Modern Kartu Kredit6
B.HUKUM KARTU KREDIT (konvensional)9
C.Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)10
D.Multilevel Marketing13
E.Sistem Kerja14
F.Hukum multilevel marketing16
G.    Multi Level Marketing (MLM ) Syari’ah18
H.    Perbedaan MLM Syaiah dengan MLM Konvensional19
Kesimpulan20
DAFTAR PUSTAKA21


ABSTRAK

Pada abad modern dan serba canggih ini, alat pembayaran yang efektif dan efisien sangatlah dibutuhkan pada transaksi jual beli, Transaksi mendunia tanpa uang tunai ini mulai menjadi tren sejak ditemukannya kartu kredit. Seiring tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah, maka berkembang pulalah produk inovasi dari perbankan tersebut. Salah satu inovasi produk dari perbankan syariah yaitu kartu kredit syariah. Hal ini didukung dengan di keluarkannya fatwa DSN MUI tentang dibolehkannya kartu kredit syariah. Dasar yang dipakai dalam penerbitan kartu kredit syariah adalah DSN No.54/DSN-MUI/X/2006 mengenai syariah card. Dalam fatwa tersebut yang dimaksud dengan syariah card adalah kartu yang berfungsi sebagai Kartu Kredit yang hubungan hukum antara para pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.
Belakangan ini juga semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Transaksi dengan sistem MLM ini telah merambah di tengah manusia dan banyak mewarnai suasana pasar masyarakat. Maka sebagai seorang pebisnis muslim, wajib untuk mengetahui hukum transaksi dengan sistem MLM ini sebelum bergelut didalamnya.

Kata Kunc: kartu kredit dan multilevel marketing



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata uang pun memiliki hambatan dalam penggunaannya. Penggunaan uang dalam jumlah besar membawa resiko ketika uang harus dibawa, yaitu munculnya resiko perampokan, pencurian dan pemalsuan. Akibatnya, penggunaan uang tunai semakin berkurang. Akhirnya, lahir kartu plastik yang lebih dikenal dengan kartu kredit (credit card) menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran.
Penggunaan kartu kredit yang dirasa lebih aman dan praktis dengan berbagai fungsinya yang semakin bertambah, menjadikan alat bayar baru ini semakin berkembang pesat, khususnya di perkotaan yang terdapat banyak tempat publik dan layanan masyarakat seperti tempat pembelanjaan, perhotelan, restoran, hiburan dan jasa publik lainnya
Dalam era pasar bebas (free market), masyarakat akan ditawari dengan pelbagai macam produk yang datang dari berbagai penjuru dunia tanpa adanya halang rintang perdagangan. Tidak ada lagi bea masuk atas barang impor dengan alasan untuk melindungi produk dalam negeri dari persaingan bisnis,
Belakangan ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui sistem Multi Level Marketing (MLM). Karena itu, perlu dibahas hukumnya menurut syari’ah Islam. Kajian ini dianggap semakin penting setelah lahirnya perusahaan MLM yang menamakan perusahaannya dengan label syariah
Rumusan Masalah
Bagaimana hukum kartu kredit dalam tinjaun hukum islam. ?
Bgaimana sitem kartu kredit syariah.?
Bagaimana hukum multilevel marketing dalam tinjauan hukum islam.?
Bagaimana sitem  multilevel marketing secarah syariah.?
Tujuan
Untuk mengetahui hukum dan sistem kartu kredit
Untuk mengetahui hukum dan sistem multilevel marketing

BAB II
PEMBAHASAN

Perikatan Modern Kartu Kredit
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi: Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih
Menurut Prof. Subekti, S.H, yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting. Dari apa yang diterangkan dapat dilihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian yang abstrak, maksudnya adalah bahwa perikatan bersifat tidak kasat mata, yang mana hanya dapat dibayangkan dalam alam pikiran kita. Sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa, yang mana dapat dilihat atau dibacanya suatu perjanjian tersebut ataupun mendengarkan perkataan-perkatannya.
Selanjutnya kita bahas kartu kredit, Pada abad modern dan serba canggih ini, alat pembayaran yang efektif dan efisien sangatlah dibutuhkan pada transaksi jual beli, orang yang akan berbelanja tidak perlu lagi membawa uang dalam jumlah yang besar tetapi cukup dengan membawa selembar plastik berukuran kecil yang disebut kartu kredit. Transaksi mendunia tanpa uang tunai ini mulai menjadi tren sejak ditemukannya kartu kredit (credit card) atau kartu plastik (plastic card) dan kartu pintar (smart card). Seiring perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai meninggalkan kebiasaaan memakai uang tunai (cashless society).
Kartu kredit adalah kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dan pengambilan uang tunai. Dahlan Siamat mendefinisikan kartu kredit sebagai jenis plastik yang digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasadimana pelunasan atau pembayarannya dilakukan dengan sekaligus atau dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu. Sedangkan menurut Thomas Suyatno, kartu kredit adalah suatu jenis alat pembayaran sebagai alat pengganti uang tunai atau cek.  Dengan kartu kredit tersebut pemegang kartu dapat membeli apa saja yang diinginkan di tempat yang dapat menerima kartu kredit.
Sistem kartu kredit adalah suatu jenis penyelesaian transaksi ritel dan sisitem kredit, yang namanya berasal dari kartu plastic yang diterbitkan kepeda pengguna system tersebut. Sebuah kartu kredit berbeda dengan kartu debit, dimana penerbit kartu kredit meminjamkan konsumen uang dan bukan mengambil uang dari rekening. Kebanyakan kartu kredit memiliki bentuk dan ukuran yang sama seperti yang dispesifikasi oleh standar ISO 7810.
Konsep dasar kartu kredit yaitu suatu alat identifikasi pribadi yang dimaksudkan untuk menunda pembayaran atas transaksi jual beli barang dan jasa. Namun dalam praktiknya terdapat beberapa prosedur yang cukup kompleks. Dibeberapa Negara, perusahaan harus tunduk pada undang-undang yang mengaturnya. Di Ingris misalnya, perusahaan kartu diatur dengan Consumers Credit Act 1974. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti aturan–aturan disamping ketentuan perbankan dan kontrak perjanjian secara umum.
Pihak-pihak pengguna kartu kredit telah diatur oleh peraturan Bank Indonesia yaitu :
Issuer atau Penerbit Kartu kredit, Adalah pihak atau lembaga yang menerbitkan dan mengelola kartu kredit.
Acquirer atau pengelola.  Adalah pihak yang mewakili kepentingan penerbit kartu untuk menyalurkan kartu kredit, melakukan penagihan pada pemegang kartu, melakukan pembayaran kepada pihak merchant. Mengingat jangkauan dari penggunaan kartu kredit biasanya sangat luas dan penerbit kartu kredit tidak mungkin memiliki kantor cabang disemua tempat, maka penerbit selalu memerlukan jasa acquirer dalam pengelolaan kartu kreditnya.
Card Holder atau Pemegang Kartu, Adalah pihak yang menggunakan kartu kredit dalam kegiatan pembayarannya. Untuk meminimalkan resiko acquirer dan issuer melakukan seleksi atau analisis terlebih dahulu sebelum memutuskan seseorang layak atau tidak memegang kartu kredit yang mereka terbitkan. Persyaratan yang harus dipenuhi pada dasarnya adalah :
Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas kredit melalui kartu kredit yang akan diberikan. Pemenuhan syarat ini biasanya dilihat melalui bukti tertulis tentang gaji atau penghasilan calon pemegang kartu sperti slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening simpanan pada bank.
Kontinuitas penghasilan. Dapat selalu memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Penghasilan yang cukup dapat memeberikan keyakinan atas kemampuan calon pemegang kartu bagi issuer atau acquier.
Niat baik atau kemauan dari calon pemegang kartu untuk selalu memenuhi kewajibannya. Dapat dilihat dengan dari terdaftar atau tidaknya calon pemegang kartu pada daftar hitam miliki bank, bank central,
Merchant atau Penjual . adalah pihak penjual barang dan jasa yang dibeli oleh card holder dengan menggunakan kartu kreditnya. Sebelum merchant meneriman pembayaran dengan kartu kredit tertentu, merchant tersebut terlebih dahulu mengadakan perjanjian kerjasama dengan issuer dan acquirer.

Mekanisme transaksi dengan kartu kredit, Persyaratan pokok untuk menjadi anggota atau pemegang kartu adalah harus memenuhi ketentuan minimum jumlah penghasilan pertahunnya. Pemegang kartu diharuskan membayar uang pangkal dan iuran tahunan yang besarnya tergantung dari jenis kartu. Gold Card lebih mahal daripada regular atau Classic Card. Selanjutnya, pemegang kartu dapat menggunakan kartunya setiap melakukan transaksi kepada semua pedagang atau merchant (service establishment) yang menerima merek kartu yang dimiliki. Merchant biasanya mengenakan charge (antara 2%-3%) yang dibebankan kepada pemegang kartu yang ditambahkan kejumlah nilai transaksi. Merchant kemudian melakukan penagihan seluruh transaksi jual beli yang dibayar dengan menggunakan kartu kepada pihak issuer (perusahaan kartu). Apabila semua slip penjualan (voucher) dianggap sah, maka issuer akan membayar seluruh tagihan yang diajukan merchant setelah dikurangi discount (komisi) yang besarnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan terlebih dahulu (3%-5%). Selanjutnya apabila kartu yang digunakan adalah charge card maka pemegang kartu harus membayar lunas seluruh tagihan pada saat jatuh tempo. Sedangkan apabila menggunakan kartu kredit maka pemegang kartu membayar sejumlah minimum tertentu (minimum payment) dari total tagihan termasuk bunga. Pembayaran minimum ditetapkan oleh issuer dan tergantung jenis kartu, gold atau regular/ classic card.

HUKUM KARTU KREDIT (konvensional)
Hukum kartu kredi adalah haram, dalil keharamannya dikembalikan pada dalil tentang riba.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.s. Al-Baqarah 02:278)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat”(Q.s Ali Imran 3:130-132)
Transaksi menggunakan kartu kredit merupakan bentuk dain (hutang) dari pengguna kartu kepada pihak bank, disertai dengan bunga dan denda. Adanya punishment (penalty/denda) dalam kartu kredit merupakan kesepakatan antara dua pihak yang melakukan akad atas sejumlah kompensasi tertentu pada saat mangkir dari komitmen awal. Syarat punishment faktanya adalah denda terhadap orang yang tidak memenuhi komitmen tersebut. Kedua pihak yang melakukan akad bisa memprediksi dharar (kerugian) terlebih dahulu. Uang yang dideskripsikan dalam tanggungan statusnya adalah utang. Adanya syarat denda atas utang merupakan riba.
Ibnu Taimiyah berkata,”para ulama sepakat bahwa pemberi utang, jika mensyaratkan adanya tambahan atas utang yang diberikan, maka syarat itu haram”. Ibn Qudamah mengatakan,”setiap utang yang didalamnya mensyaratkan adanya tambahan maka syarat itu haram, dan tidak ada satu pun perbedaan pendapat.”  Dengan demikian dari segi akadnya bahwa kartu kredit tidak terlepas dari riba begitu pula dengan denda/penalty yang terjadi akibat keterlambatan bayar dari tenggat waktu yang diberikan oleh bank termasuk riba karena merupakan tambahan harta atas hutang.

Kartu Kredit Syariah (Syariah Card)
landasan utama perbankan syariah mengeluarkan kartu kredit syariah mayoritas adalah sebuah upaya bagaimana memenuhi kebutuhan dari nasabah, dengan menggunakan sistem keuangan syariah dalam hal pembayaran, Produk kartu kredit syariah didukung oleh Fatwa DSN MUI tahun 2006 dan Bank Indonesia tahun 2007. Menurut DSN MUI, kartu pembiayaan syariah adalah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit antara pihak berdasarkan prinsip syariah. Pihak yang dimaksud adalah penerbit kartu atau bank, pemegang kartu atau nasabah serta penerima kartu.
Di Indonesia kartu kredit syariah masuk kedalam kodifikasi produk perbankan syariah dikenal dengan nama produk Kartu Kredit iB sehingga setiap perbankan syariah mengeluarkan kartu kredit telah mempunyai kodifikasi dari produk tersebut, istilah kartu kredit iB merupakan upaya dalam rangka memudahkan konsumen yang ingin mempunyaikartu kredit di perbankan. Kartu kredit iB syariah didukung oleh 3 jenis skema perjanjian yang menjadi dasar kesyariahannya. Jenis perjanjian terdiri dari, yaitu: pertama penjaminan atas transaksi dengan merchant, atau pinjaman dana atas fasilitas penarikan uang tunai, atau sewa atas jasa sistem pembayaran dan pelayanan. Kedua Atas skema yang dipilihnya, bank syariah penerbit kartu mengenakan fee kepada pemegang kartu. fee yang dikenakan oleh Kartu Kredit iB lebih rendah dibandingkan suku bunga yang dikenakan kartu kredit umumnya. Jadi pengguna Kartu Kredit iB dapat menikmati keuntungan dari lebih rendahnya fee tersebut dibandingkan dengan kartu kredit lain. Ketiga adalah adanya denda atas keterlambatan pembayaran kartu kredit iB hal ini dimaksudkan untuk mendidik kedisiplinan pemegang kartu. Namun demikian, penerimaan denda ini tidak untuk keuntungan bank syariah dan tidak dimasukkan ke dalam pendapatan bank syariah. Bank syariah akan menyalurkan seluruh penerimaan denda ke sektor-sektor social
Melihat bahwa kartu kredit termasuk transaksi riba, yang status akadnya batil dan diharamkan dalam islam, maka bank syariah mengeluarkan produk kartu kredit syariah. Adapun akad yang digunakan adalah akad ijaroh, qard dan kafalah
Akad ijarah
Ijarah adalah akad sewamenyewa antara pemilik Ma’jur dan Musta’jir untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakan. istilah keuangan dan perbankan syariah mendefinisikan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kpemilikan barang itu sendiri. dengan menggunakan akad ini, nasabah dikenakan charge sewa penggunaan jasa kartu pembiayaan syariah atau sering disebut dengan wakalah bil ujroh. Bank syariah menjadi wakil pembayaran dan mendapatkan fee atas perwakilan tersebut. Pemberian fee tersebut dapat dikenakan atas dasar keikut sertaan member kartu pada nasabah.
Akad Al qardh
Akad yang dikhususkan pada pinjaman harta yang terukur dan dapat ditagih kembali serta merupakan akad saling bantu-membantu dan bukan merupakan transaksi komersial, dalam arti si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman. Akad Qard atau pinjaman, Qardul Hasan yaitu pinjaman yang baik. Disebut pinjaman yang baik karena pinjaman tersebut tidak diberikan bunga atau imbalan. Bank syariah ketika memberikan fasilitas pinjaman dalam kartu pembiayaan berlaku sebagai pemberi jaminan.
Akad Kafalah
Kafalah adalah memasukkan tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung jawab orang lain dalam suatu tuntutan hukum,  dalam artian menyertakan orang lain untuk ikut menanggung tanggung jawab orang lain berkaitan dengan nyawa, harta atau barang. Adanya penjaminan tersebut tidak serta merta menjadikan yang terhutang bebas dari hutang dan yang bertanggung jawab atas hutang seseorang menjadi orang yang berhutang, dalam artian bahwa yang berhutang tetap berhutang sedangkan penjamin tidak. Akad kafalah atau saling menanggung. Bank penerbit kartu pembiayaan adalah penjamin atau kafil atas pemberian kafalah tersebut, bank syariah dapat memberikan fee atas jasa tanggungannya

Penerbitan kartu plastic syariah di Indonesia seperti kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank Danamon menggandeng Master Card menerbitkan Dirham Card, BII memiliki produk kartu kredit syariah yaitu tipe BII Syariah Card gold dan platimun, sedangkan kartu debit syariah seperti kartu ATM Syariah Plus yang diterbitkan oleh BNI Syariah, Shar-E diterbitkan BMI, kartu charge diterbitkan oleh BII Syariah (BII Syariah Card)..  Sebagai lembaga bisnis, penerbit kartu plastic syariah boleh mengambil fee dengan ketentuan:
Iuran keanggotaan (membership fee), penerbit kartu berhak menerima iuran keanggotaan (rusum al-udhuwiyah) termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.
Merchant fee, penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn)
Fee penarikan uang tunai, penerbit kartu boleh menerina fee penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan penarikan.
Fee kafalah, penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang kartu atas pemberian kafalah.
Semua bentuk fee harus ditetapkan pada saat akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.

Multilevel Marketing 
Multilevel Marketing atau yang terkadang juga disebut dengan Networking Selling (jaringan penjualan) atau direct selling (penjualan langsung) adalah bentuk pemasaran suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan yang dilakukan secara perorangan atau berkelompok yang membentuk jaringan secara berjenjang, lalu dari hasil penjualan pribadi dan jaringan tersebut, setiap bulannya perusahaan akan memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya.
Multilevel Marketing adalah merupakan sebuah sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Singkatnya, bahwa Multilevel Marketing adalah suatu konsep penyaluran (distribusi) barang berupa produk dan jasa tertentu, yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh keuntungan di dalam garis kemitraannya.
Sistem MLM sesungguhnya sudah ada semenjak tahun 1930 di Amerika Serikat, dengan perusahaan pertamanya yang memasarkan produkproduk makanan tambahan (nutrilite) yang didistribusikan dengan penjualan langsung. Kemudian pada tahun 1959 muncul perusahaan MLM lain, di antaranya Amway yang merupakan perusahaan MLM terbesar di dunia. Di Indonesia, bisnis MLM mulai ada sejak tahun 1992 ketika bisnis MLM Amway diperkenalkan. Namun sebenarnya, pada tahun 1986 sebuah perusahaan MLM telah didirikan di Bandung dengan nama Nusantara Sun Chorelatama yang kemudian berubah nama menjadi CNI.
Bisnis MLM atau juga dikenal dengan sebutan Network Marketing adalah suatu bentuk pendistribusian produk, baik berupa barang atau jasa. Hafidz Abdurrahman dalam tulisannya menyatakan bahwa Multi level marketing secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan secara banyak tingkatan, terdapat istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line merupakan suatu hubungan pada dua level yang berbeda, yakni ke atas dan ke bawah, dan jika seseorang disebut up line, maka ia mempunyai down line, baik satu maupun lebih. Orang kedua yang disebut dengan downline ini juga kemudian dapat menjadi upline ketika dia behasil merekrut orang lain menjadi downlinenya, begitu seterusnya. Setiap orang berhak menjadi upline sekaligus downline. Secara umum, dalam industri MLM ini seorang upline akan mendapatkan manfaat berupa bonus/komisi dari perusahaan apabila downlinenya berhasil melakukan penjualan produk yang dijual oleh perusahaan, bahkan ada perusahaan MLM yang memberikan bonus kepada seorang member ketika member tersebut telah berhasil merekrut member baru, meskipun bonus yang demikian ini oleh beberapa praktisi MLM dianggap tidak sah karena bertentangan dengan Permendag nomor: 13/M-DAG/PER/3/2006 KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG.
Sistem pemasaran Multi Level Marketing ditemukan oleh dua orang profesor pemasaran dari Universitas Chicago pada tahun 1940-an. Produk pertama yang dipasarkan adalah vitamin dan makanan tambahan Nutrilite. Dan pada saat itu, perusahan Nutrilite Products Inc. merupakan salah satu perusahaan di Amerika yang dikenal telah menggunakan metode penjualan secara bertingkat. Dengan modal awal yang tidak begitu besar, seseorang dapat menjual dan bisa mendapatkan penghasilan melalui dua cara. Pertama, Keuntungan diperoleh dari setiap program makanan tambahan yang berhasil dijual ke konsumen. Kedua, dalam bentuk potongan harga dari jumlah produk yang berhasil dijual oleh distributor yang direkrut dan dilatih oleh seorang tenaga penjual dari perusahaan.

Sistem Kerja
Perusahaan MLM dibangun berdasarkan konsep kemitraan sehingga sistem MLM baru dapat berjalan apabila terdapat mitra usaha. Kemitraan dalam sebuah perusahaan MLM diawali dari kemitraan diantara pendiri perusahaan MLM itu sendiri. Artinya, distributor yang pertama kali bergabung sebagai mitra usaha disponsori langsung oleh pendiri perusahaan. Distributor inilah yang nantinya mengembangkan jaringan dan melahirkan distributor-distributor baru melalui perekrutan yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun anggotanya. Pengembangan jaringan tersebut selanjutnya akan membentuk satuan networking diantara organisasi distributor.

Setiap mitra usaha pada saat awal bergabung di suatu perusahaan MLM akan dikenakan biaya pendaftaran (administrasi). Biaya pendaftaran ini nilainya relatif kecil dan umumnya dapat dijangkau oleh semua orang. Biaya tersebut dikenakan untuk memperoleh apa yang biasanya disebut starter kit, starter pack, sales kit atau business pack. Starter kit adalah peralatan yang disediakan oleh perusahaan MLM bagi setiap distributornya sebagai peralatan untuk menawarkan produk kepada konsumen. Starter kit biasanya berisi sekumpulan brosur/katalog produk dan daftar harga, rancangan bisnis (marketing plan), kaset audio video tentang company profile perusahaan, produk dan kisah-kisah orang yang sukses dari perusahaan tersebut.
Distributor berbekal starter kit menawarkan produk dengan cara mempresentasikan serta menjelaskan produk kepada konsumen yang umumnya adalah orang-orang yang dikenalnya sendiri. Jika distributor tersebut kemudian berhasil menawarkan suatu produk kepada seseorang, maka langkah berikutnya adalah memesan langsung produk yang dimaksud melalui upline-nya atau perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya ketika produk yang dipesan telah disediakan, maka distributor tadi bertanggungjawab untuk mengambil dan menyerahkannya langsung kepada si pembeli (konsumen).
Distributor perusahaan MLM disamping menjual produk secara eceran (langsung) kepada konsumen, ia juga dapat membangun jaringannya dengan cara merekrut orang lain untuk menjadi distributor baru perusahaan. Distributor yang baru direkrut tersebut disebut sebagai downline, dan downline ini kemudian dapat merekrut orang lain lagi untuk menjadi distributor baru perusahaan.
Sistem kerja MLM juga meliputi sistem pelatihan (support system) berupa pengajaran materi serta motivasi yang bertujuan untuk memudahkan setiap distributor dalam menjalani sistem. Pelatihan biasanya dilakukan oleh pembangun jaringan (network builder/achiever) yang telah berhasil mencetak prestasi tertentu.
Hal yang paling mendasar dan perlu digarisbawahi dalam sistem MLM, bahwa kegiatan penjualan produk adalah yang utama, sebab omzet perusahaan dan komisi para distributor bergantung pada banyaknya penjualan produk yang berhasil dilakukan para distributor ke konsumen akhir. Kegiatan perekrutan atau pembangunan jaringan adalah ciri khas dari sistem MLM, namun hal ini tidak lain ditujukan untuk memasarkan produk kepada konsumen. Kesimpulannya, antara perusahaan sebagai unit penghasil dan penyedia produk dengan organisasi distributor dan konsumen akhir merupakan subsistem yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan dalam proses kerja sistem MLM untuk mencapai tujuan dari masing-masing subsistem tersebut

Hukum multilevel marketing
Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM dikatakan hukumnya haram. Alasan-alasannya adalah sebagai berikut :
Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: Kedudukan pertama, sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga.Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga. Hal tersebut didasarkan pada hadist :           “Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama). Kesimpulannya bahwa melakukan dua macam akad dalam satu transaksi yang mengikat satu dengan yang lainnya adalah haram berdasarkan hadist di atas.
Di dalam MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya.
Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan
Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Dan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam sendiri melarang setiap transaksi yang mengandung gharar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya ia berkata : “Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara alhashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar (spekulatif).“ (HR. Muslim, no: 2783)
Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di levellevel paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas
Sebagian ulama mengatakan bahwa transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cas.

Multi Level Marketing (MLM ) Syari’ah
MLM Syari’ah adalah sebuah usaha MLM yang mendasarkan sistem operasionalnya pada prinsip-prinsip syari’ah. Dengan demikian, dengan sistem MLM konvensional yang berkembang pesat saat ini dicuci, dimodifikasi, dan disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan syubat dihilangkan dan diganti dengan nilainilai ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak, dan hukum mu’amalah. Tidak mengherankan jika visi dan misi MLM konvensional akan berbeda total dengan MLM Syari’ah. Visi MLM syari’ah tidak hanya berfokus pada keuntungan materi semata, tapi keuntungan untuk dunia dan akhirat orang-orang yang terlibat didalamnya. Dalam MLM syari’ah juga ada Dewan Pengawas Syari’ah dimana lembaga ini secara tidak langsung berfungsi sebagai internal audit surveillance sistem untuk memfilter bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan aturan agama islam pada suatu usaha syari’ah.
Menurut Ustad Hilman Rosyad Shihab, Lc mengenai Multi Level Marketing Multi Level Marketing menjelaskan bahwa bisnis MLM (Multi Level Marketing) yang sesuai syari’ah adalah MLM untuk produk yang halal dan bermanfaat, dan proses perdagangannya tidak ada pelanggaran syariah, tidak ada pemaksaan, penipuan, riba, sumpah yang berlebihan, pengurangan timbangan dan lain-lain.
Motivasi dan niat dalam menjalankan MLM Syari’ah setidaknya ada empat macam. Pertama, kashbul halal wa intifa’uhu (usaha halal dan menggunakan barangbarang yang halal). Kedua, bermu’amalah secara syari’ah Islam. Ketiga, mengangkat derajat ekonomi umat. Keempat, mengutamakan produk dalam negeri.
Adapun visi MLM Syari’ah adalah mewujudkan Islam Kaffah melalui pengamalan ekonomi syari’ah. Sedangkan misinya adalah: Pertama, mengangkat derajat ekonomi umat melalui usaha yang sesuai dengan tuntunan syariah Islam. Kedua, meningkatkan jalinan ukhuwah Islam di seluruh dunia.Ketiga, membentuk jaringan ekonomi Islam dunia, baik jaringan produksi, distribusi, maupun konsumennya, sehingga dapat mendorong kemandirian dan kemajuan ekonomi umat. Keempat, memperkukuh ketahanan aqidah dari serbuan budaya dan idelogi yang tidak Islami. Kelima, mengantisipasi dan meningkatkan strategi menghadapi era liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Keenam, meningkatkan ketenangan batin konsumen Muslim dengan tersedianya produk-produk halal dan thayyib.

Perbedaan MLM Syaiah dengan MLM Konvensional
MLM syari’ah beroperasi secara syariah, niat, konsep dan praktik pengelolaannya senantiasa merujuk kepada al-qur’an dan Hadis rasulullah SAW.dan sruktur organisasinya dilengkapi dengan Dewan Sari’ah Nasional (DSN) dan MUI untuk mengawasi jalannya perusahaan agar sesuai dengan syaiah islam
MLM syariah memiliki visi dan misi yangv menekankan pada pembangunan ekonomi nasional demi meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan dan meninggikan martabat bangsa
Pemberian insentif disusun dengan dengan memperthatikan prinsip keadilan dan kesejahteraan.
Dalam hal marketing plan-nya, MLM syariah pada umumnya mengusahakan untuk tidak membawa para distributornya pada suasana materialism dan konsumerisme yang jauh dari nilai-nilai islam.

Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM dalam literature syariah pada dasarnya masuk dalam muamalah tentang bab jual beli.dimana hukum asal segala sesuatu itu boleh, selama bisnis itu bebas dari unsur-unsur haram. Allah berfirman”Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”(AlBaqarah:275).”Tolong menolonglah atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan”(Al-Maidah:2), Sabda Rasulullah: “Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha”(HR.al-Baihaqi dan Ibnu Majah).


Kesimpulan

Kartu kredit adalah kartu plastik yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga pembiayaan lainya yang diberikan kepada nasabah untuk dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran dan pengambilan uang tunai. Hukum kartu kredi konvensional adalah haram, dalil keharamannya dikembalikan pada dalil tentang riba.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.s. Al-Baqarah 02:278)
Transaksi menggunakan kartu kredit merupakan bentuk dain (hutang) dari pengguna kartu kepada pihak bank, disertai dengan bunga dan denda. Ibnu Taimiyah berkata,”para ulama sepakat bahwa pemberi utang, jika mensyaratkan adanya tambahan atas utang yang diberikan, maka syarat itu haram”.
Multilevel Marketing adalah merupakan sebuah sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Hafidz Abdurrahman dalam tulisannya menyatakan bahwa Multi level marketing secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan secara banyak tingkatan, terdapat istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line merupakan suatu hubungan pada dua level yang berbeda, yakni ke atas dan ke bawah,Transaksi jual beli dengan menggunakan sistem MLM dikatakan hukumnya haram. Alasan-alasannya. Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
MLM Syari’ah adalah sebuah usaha MLM yang mendasarkan sistem operasionalnya pada prinsip-prinsip syari’ah. Dengan demikian, dengan sistem MLM konvensional yang berkembang pesat saat ini dicuci, dimodifikasi, dan disesuaikan dengan syari’ah. Aspek-aspek haram dan syubat dihilangkan dan diganti dengan nilainilai ekonomi syariah yang berlandaskan tauhid, akhlak, dan hukum mu’amalah

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Pembentukan Bank Syari’ah Melalui Akuisisi dan Konversi (Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam), UII Press, Yogyakarta, 2010.

Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta 2004.

Achmad Ramzy Tadjoeddin dkk, Berbagai Aspek Ekonomi Islam, Tiara Wacana dan P3 EI UII, Yogyakarta, 1992.

Muhammad Syafi’I Antonio. MENGENAL MLM SYARI’AH Dari Halal-Haram, Kiat Berwirausaha, Sampai dengan Pengelolanya. (Tangerang:Qultum Media,2005)

Abu Al Maira, Akhirnya MLM Halal Dalam Islam, Muamalah, 2010

Irfan Syauqi Beik, Msc, Berbisnis Secara Syariah, Mengkaji Ulang MLM, Anggota Dewan Asatidz PV dan Dosen FEM IPB, Bogor, 2010.

Unknown

No comments:

Post a Comment

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com