Islam peduli
terhadap kehidupan umatnya. Menginginkan agar umatnya tidak mengalami kerugian
dan menjadi umat yang beruntung dunia akhirat. Islam memberikan aturan dalam
segala sektor kehidupan lebih-lebih yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Islam
justru sangat ketat memberikan aturan didalamnya. Agar manusia tidak sampai
melakukan hal-hal yang dilarangnya, seperti Riba, Gharar (manipulasi),
dan maisir (judi). Di bawah ini terdapat 5 falsafah dalam menasharufkan
harta berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an.
Ketauhidan
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS Al baqarah : 195)
Ayat tersebut
mengindikasikan bahwa harta yang kita miliki statusnya adalah titipan. Titipan apabila
di jaga dengan baik maka orang yang menitipkan akan senang. Gampangnya demikian.
Manusia sebagai orang yang dititipkan harta oleh Alloh, tidak semestinya
menggunankan, mensharrufkan, atau membelanjakan hartanya pada hal-hal
yang dilarang oleh Alloh SWT. Artinya, aktivitas ekonomi dalam kehidupan
manusia hendaknya diorientasikan sesuai aturan yang dibuat oleh-Nya, atau di
belanjakan di jalan Allah sebagai pemilik langit dan bumi. Dengan cara
melaksanakan aturan ekonomi berdasarkan perintah dan apa yang Allah sampaikan, agar
tercipta ekonomi yang islami, yang di dalamnya terdapat aturan yang menghindari
manusia dari kebinaasan.
Kemaslahatan
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. “ (QS Al Jumuah : 10)
Di dalam ayat
tersebut, Allah menunjukkan bahwa manusia hendaknya mencari karunia Allah di
muka bumi agar supaya kehidupannya beruntung. Akan tetapi Allah memberikan
perintah agar manusia melaksanakan aktivitas ekonomi tersebut dengan selalu
mengingat Allah dan mendapatkan keberuntungan.
Hukum
kemaslahatan ini juga dapat digambarkan bahwa tidak ada satupun aturan islam
yang mengarah kepada kemudharatan. Hukum ekonomi islam justru melindungi dari
penipuan, perpecahan, modal yang dikapitalisasi dan lain sebagainya.
Keadilan
“Celakalah orang-orang yang mengurangi, apabila mereka itu menakar kepunyaan orang lain (membeli) mereka memenuhinya, tetapi jika mereka itu menakarkan orang lain (menjual) atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Apakah mereka itu tidak yakin, bahwa kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur pada suatu hari yang sangat besar, yaitu suatu hari di mana manusia akan berdiri menghadap kepada Tuhan seru sekalian alam?” (QS Al Mutahfifin : 1-6)
Allah
memberikan perintah kepada manusia agar melaksanakan ekonomi berdasarkan
prinsip-prinsip keadilan, salah satunya adalah dengan tidak boleh mengurangi
timbangan. Untuk itu, manusia hendaknya mengarahkan hidupnya agar jujur dan
tidak menipu. Dampak dari perilaku tersebut tentu akan merugikan diri sendiri
lebih-lebih orang lain. Pembeli atau pelanggan tidak akan suka dengan penjual
yang menipu atau bersikap tidak jujur. Tentu hal ini akan mengurangi jumlah
penjualannya dan rugi diri sendiri.
Menghargai Hak
Individu
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (QS An-Nisa : 29)
Selain manusia
sebagai makhluk sosial, agama juga mengakuinya sebagai makhluk individu. Aturan
islam menghargai satu sama lain harus saling memberikan keutungan dan tidak saling menebar
kerugian kepada yang lain dengan cara tak wajar.
Dari menghargainya islam terhadap individu, hingga ada aturan islam mengenai harta zakat (kepada siapa harta zakat itu diberikan), wakaf, warisan, ahli waris, mengembalikan hutang, dan lain sebagianya.
Dari menghargainya islam terhadap individu, hingga ada aturan islam mengenai harta zakat (kepada siapa harta zakat itu diberikan), wakaf, warisan, ahli waris, mengembalikan hutang, dan lain sebagianya.
Orientasi
Sosial
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran : 192)
Islam peduli
terhadap orang lain. Seperti yang kita tahu, bahwa dibalik apa yang kita miliki
terdapat hak orang lain yang harus kita berikan. Hal ini sebagaimana berlakunya
perintah zakat, berinfaq, dan bershodaqoh di jalan Allah. Orientasi sosial ini
bemaksud untuk memberikan pemerataan ekonomi juga memberikan bantuan agar harta
tidak hanya berputar pada satu orang atau satu kelompok saja, melainkan pada
seluruh ummat.

No comments:
Post a Comment